Hukum Tahlilan
Hukum tahlilan 7,40,100 1000 hari orang meninggal ini merupakan tradisi yang sudah menjadi hal lumrah bagi masyarakat kita. Tahlilan diadakan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Adapun kegiatan dalam tahlilan adalah membaca serangkaian ayat Al-qur'an dan kalimat tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir.
Pelaksanaan tahlilan biasanya pada hari-hari tertentu seperti tiga hari berturut-turut dari kematian seseorang,tujuh hari berturut-turut dari kematian, hari ke-40, hari ke-100 hari pendak pisan ( 1 Tahun ) pendak pindo (2 tahun ) 1000 hari dan seterusnya.
Lantas bagaimana Islam memandang tradisi ini? Apakah tradisi ini berangkat dari syariat? Bagaimana sebenarnya hukum melaksanakan tahlilan dalam Islam? Simak penjelasan lengkapnya dirangkum dari beberapa sumber,
Hukum tahlilan 3, 7, 40, 100 hari orang meninggal
Hukum melaksanakan tahlilan seringkali menjadi perdebatan. Ada yang sampai menyebut sebagai bid'ah hingga mengaitkannya dengan tradisi agama lain.
Buya Yahya pun mencoba meluruskan menurut para ulama tahlilan ini sebagai kegiatan untuk menghadiahkan pahala kepada orang yang sudah meninggal dunia bukankah itu suatu perbuatan yang baik? Rasanya kurang bijaksana kalau dianggap bid'ah.
Orang yang bilang bid'ah, itu hanya mencari kesalahan. Maka kita tidak usah risau selama kita berbuat kebaikan," ujar Buya Yahya dalam konten YouTube.
Buya Yahya juga menanggapi soal perdebatan mengenai hari yang dilakukan untuk tahlilan apakah di hari ke 3, 7, 40, atau 100 "Tidak masalah mau hari ke berapapun, hitungan hari ke berapa itu hanya soal tradisi. Kalaupun mau diubah harinya ya monggo monggo saja tidak masalah," katanya.
Jika melihat acara tahlilan dalam rangka membaca Alquran seperti membaca surat ikhlas falaq anas dan kalimat dzikir tahlil dll di waktu tertentu, kita dapat melihat hadis riwayat Ibnu Umar berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِيْ مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا. وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ رَضِيَاللهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu mendatangi masjid Quba’ setiap hari Sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendara. Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma juga selalu melakukannya.
Mengomentari hadits tersebut, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, hadits ini menunjukkan kebolehan mengkhususkan sebagian hari atau sebagian waktu untuk melaksanakan amal saleh, dan melanggengkannya.
Mayoritas ulama membolehkan pengkhususan waktu tertentu untuk beribadah atau membaca Alquran dan kalimat thayyibah berlandaskan hadist tersebut.
Dapat disimpulkan, mengkhususkan hari tertentu seperti tujuh hari berturut-turut dari kematian seseorang, hari ke-40, ke-100, ke-1000, malam Jumat, atau malam lainnya untuk membaca Alquran dan kalimat dzikir tahlil tahmid takbir dll, hukumnya boleh.
Lalu, tahlilan dalam rangka kegiatan shodaqoh, maka kita dapat melihat hadis nabi berikut ini :
Hadits riwayat Imam Ahmad
Dari ‘Amr bin ‘Abasah, beliau berkata: aku mendatangi Rosulullah SAW, lalu aku bertanya: Ya Rosulallah, apakah islam Itu..?. beliau menjawab: Bertutur kata yang baik dan menyuguhkan suatu makanan. (HR. Ahmad)
Hadits riwayat Imam Turmudzi
Dari Ibnu Abbas sesungguhnya ada seorang lelaki bertanya kepada Rosulullah SAW, Wahai Rosulallah, sesungguhnya ibuku sudah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika aku bersedekah untuknya..?. beliau menjawab Iya, lalu lelaki berkata, Aku memilki sebidang tanah, maka aku persaksikan kepadamu bahwa aku akan mensedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku. (HR Turmudzi)
Melaksanakan tahlilan atau tidak, seharusnya tidak usah dipersoalkan. intinya, selagi perbuatannya ke arah kebaikan menurut islam, tidak perlu dipermasalahkan jika dilakukan.
Demikian yang bisa kami sampaikan bila ada kurang dan lebihnya kami mohon maaf dan semoga ada manfaatnya amiiin...
@warkopmtb
.
No comments:
Post a Comment